Pages

27/09/11

masih pedulikah kita ??


Kota Bandung... begitu mendengarnya pasti yang terbayang dan terlintas dibenak orang adalah tempat yang sejuk dan dingin. Tempat liburan dan tujuan wisata yang menyenangkan. Berjamurnya FO (factory outlet) dan distro. Banyak kafe dan restauran yang menawarkan makanan-makanan khas, dan memiliki banyak objek wisata alam yang indah dan menakjubkan, seperti tangguban perahu, pemandian panas Ciater, Situ Patenggang, kawah Putih Gunung Patuha
Namun jangan salah, kota yang termasuk dalam lima kota besa di Indonesia dan kota yang banyak dicintai oleh banyak orang (termasuk aku), menyimpan banyak masalah yang kurang menyenangkan. Tentu banyak yang tidak menyangka hidup di Bandung yang nyaman dan dingin (dulu), ternyata sekarang begitu menyesakan.
Hidup di Bandung menyesakan? Kok bisa?
Pertanyaan itu pasti muncul ketika mendengar pernyataan tadi. Ternyata kota tujuan wisata yang terkenal akan kesejukannya ini, kini mulai memudar. Tidak hanya kesejukannya saja yang memudar akibat penebangan pohon, tingkat polusi udara di Bandung sangat mengerikan dan jauh berbahaya dari polusi di Jakarta.
Memang susah mendapatkan udara bersih dan bebas polusi di kota kembang ini. Salah satu contoh, kalau kita berdiri sekitar 10 – 15 menit di pinggiran jalan (ambil contoh di jalan Asia-Afrika, jalan protokol yang setiap waktu selalu penuh dengan mobilitas warga Bandung) dijamin pasti tidak akan betah berlama-lama berdiri di jalan tersebut. Dengan kondisi udara tidak segar dan penuh asap dari kendaraan, kesulitan bernafas sudah pasti. Batuk-batuk, bisa jadi. Yang jelas sangat tidak nyaman berada di suatu tempat dengan kondisi udara tidak sehat.
Hampir di semua ruas jalan di Kota Bandung seperti itu. Zat-zat berbahaya seperti Karbondioksida (CO2), Karbonmonoksida (CO), Hidrokarbon (HC), dan Nitrogen Oksida bebas berkeliaran di setiap ruas jalan. Pencemaran udara akan bertambah parah saat siang hari, dimana mobilitas warga Bandung semakin memuncak. Dari sini saja bisa disimpulkan, kalau udara bersih di Kota Bandung sangat mahal dan tidak terjangkau oleh siapapun.
Kalau membaca tulisan ini, mungkin semua akan berpikir, sebegitu parahnya pencemaran udara di Bandung? Jawabannya iya.
Dan dari sektor transportasilah, penyumbang terbesar dari polusi udara di Bandung. Banyaknya jumlah kendaraan yang melintas di jalan raya, apalagi di akhir pekan, saat Bandung dibanjiri oleh wisatawan lokal. Lalu sistem lalu lintas yang masih kurang terkontrol, dengan mudah dapat menemukan pemandangan umum di beberapa jalan, arus lalu lintas begitu semerawut. Sehingga tidak mengherankan jika kemacetan terjadi di ruas jalan protokol. Ditambah dengan BBM yang beredar di Kota Bandung belum bebas timbal (Pb).
Padahal timbal merupakan zat berbahaya yang harus diwaspadai oleh setiap orang. Timbal adalah neurotoksin atau racun penyerang saraf yang sifatnya akumulatif. Sumber utama timbal berasal dari gas buang kendaraan bermotor. Saat bensin bertimbal dibakar, partikel-partikel halus timbal akan diemilsikan. Kemudian timbal akan tetap berada di udara lepas dalam jangka waktu berminggu-minggu.  Hingga akhirnya timbal mengendap ke tanah. Partikel halus timbal bisa langsung dihirup langsung ke paru-paru dan diserap ke dalam darah dengan efisiensi hampir 100%, kemudian timbal akan terkumpul di otak (keterangan ini didapat dari berbagai sumber).
Hasil penelitian kandungan timbal dalam darah yang dilakukan ITB tahun 2004 lalu, menunjukkan lima dari 20 anak usia SD memiliki kadar timbal dalam darah melebihi standar WHO. Pada sampel anak SMP, dipastikan 55% dari 20 anak, yakni 11 anak positif mengandung kadar timbal berlebih dalam darahnya. Sedangkan pada sampel orang dewasa usia kerja ditemukan hasil yang sama, lima dari enam orang PKL, dua dari sepuluh orang polisi, lima dari delapan petugas parkir memiliki kadar timbal dalam darah yang melebihi standar orang dewasa, yakni 25 ug/dl.
Kenyata tersebut mengindikasikan tingginya kadar timbal yang sudah meracuni udara Kota Bandung. Kemudian penelitian yang dilakukan BPLHD Kota Bandung, bulan Mei 2008, masih menunjukkan tingginya jumlah anak yang terkontaminasi kandungan timbal di atas standar WHO, yaitu 10 mikrogram/desiliter (ug/dl), (sumber Pikiran Rakyat).
Dampak timbal pada anak-anak bisa menurunkan IQ. Pada wanita hamil menimbulkan anemia dan keguguran, sedang pad laki-laki menurunkan kesuburan (fertilitas). Solusi terbaik untuk mengatasi tingginya kadar timbal di Kota Bandung adalah  dengan mensterilkan BBM dari  timbal (Pb), karena timbal sangat merugikan dan harus dihilangkan.
Tidak hanya BBM yang belum steril dari timbal dan padatnya arus lalu lintas penyebab tingginya polusi udara di Kota Bandung saja. Polusi di Bandung tambah diperparah dengan lokasi Kota Bandung yang berada di daerah cekungan. Cekungan Bandung menyebabkan terkonsentrasinya polutan semakin tinggi, karena terperangkapnya di daerah cekungan. Ini yang membuat polusi di Bandung lebih berbahaya dibandingkan polusi di Jakarta. Jakarta berada di tanah yang landai, hingga partikel-partikel polutan di udara bisa terbawa angin.
Dalam setahun hanya 55 hari udara sehat yang beredar di Kota Bandung, selebihnya udara di atas Kota Bandung dipenuhi dengan berbagai polutan atau senyawa yang berbahaya bagi kesehatan (sumber Kompas). Selain dari kendaraan polusi udara di Bandung juga berasal dari sektor industri yang menjamur di Bandung dan juga pembakaran sampah.
Sungguh menyedihkan, Bandung yang selama ini terkenal akan keelokan kota dan panorama alamnya, juga sebagai tempat wisata favorit, ternyata polusi udara yang mencengkram di atas Kota Bandung begitu berbahaya. Kenapa tidak dari sekarang secara bersama-sama mengurangi polusi dengan menanam pohon di lingkungan rumah masing-masing. Meski menanam pohon dampaknya hanya sedikit dalam usaha memperbaiki pencemaran udara di Kota bandung, itu lebih baik daripada berdiam diri.

sumber : duniayui.multiply.com

0 komentar:

Posting Komentar